Pengguna komputer tentu tak asing dengan Microsoft Word, OOo Writer, WordPerfect, atau AbiWord. Pada umumnya, aplikasi pengolah kata tersebut menyodorkan paradigma WYSIWYG (What You See Is What You Get). Dengan paradigma ini, pengguna akan memperoleh dokumen akhir yang wujudnya sama persis seperti yang terpampang di layar monitor komputer.
Disadari atau tidak, paradigma itu kerap membuat penggunanya "jungkir balik". Untuk memperoleh dokumen berpenampilan elegan, pengguna harus mengenal dan mengeksplorasi berbagai menu maupun tombol yang disajikan oleh program. Kalau sekadar membuat naskah pendek, keruwetan belum akan terasa.
Namun, ketika dokumen telah berkembang menjadi ratusan halaman, keadaan akan sangat berbeda. Kompleksitas dokumen menjadi sulit ditangani. Alih-alih memperoleh dokumen berkualitas, produk yang tercetak malah berkelas ecek-ecek. Pada kasus seperti ini, pengolah kata WYSIWYG tak lagi dirasa sebagai "kawan".
Untunglah, dunia tak seluas daun kelor. Ada banyak aplikasi menarik yang layak dicoba. Salah satunya adalah LyX. Aplikasi ini hadir untuk meringankan beban para penulis dari tugas yang tak seharusnya mereka lakukan. Mengutip pernyataan dari situs resminya di www.lyx.org, LyX adalah pengolah dokumen pertama dengan pendekatan WYSIWYM (What You See Is What You Mean).
LyX mengajak penggunanya untuk menulis berdasarkan struktur dokumen, bukan melulu pada tampilan yang tampak di layar. Kesaktian aplikasi yang dapat dijalankan pada banyak jenis sistem operasi ini akan benar-benar terasa saat dipakai untuk menyusun dokumen tebal semacam novel dan manual teknis.
LyX juga sangat memudahkan pembuatan makalah ringkas, namun bertabur banyak rumus matematika rumit nan indah. Lebih dari itu, pelajar dan mahasiswa bisa mengandalkan LyX untuk merampungkan penulisan beragam karya tulis seperti laporan praktikum, makalah, skripsi, dan tesis.
Ber-"mesin" LaTeX
Sebenarnya LyX hanyalah program "ujung tombak" (front end). Mesin utamanya adalah TeX dan atau LaTeX. Keduanya merupakan sistem typesetting yang dibikin saintis kelas wahid. Adalah Profesor Donald E. Knuth, orang penting yang melahirkan TeX. Kampiun matematika dan komputer dari Universitas Stanford ini merilis karyanya pada awal 1980-an.
Meski "sakti", TeX cukup sulit digunakan. Melihat kenyataan itu, Leslie Lamport mulai menyempurnakan TeX pada 1984. Peraih Ph.D. bidang matematika dari Universitas Brandeis ini berhasil menyulap TeX menjadi "lebih ramah". Kreasi Lamport itu dinamakan LaTeX (dilafalkan sebagai la-tek atau la-tekh).
Wujud dokumen berformat tex – dari TeX maupun LaTeX – itu sendiri mirip dokumen htm. Pengguna menuliskan isi naskah sekaligus kode-kode pemformatan dokumen. Dalam bentuk mentah, dokumen tex tampak "kotor". Kejelian ekstra juga mesti dipunyai bila akan menulis dokumen jenis ini.
Menyadari kelemahan itu, Matthias Ettrich berupaya membuat software yang dapat membungkus segala kerumitan kode TeX/LaTeX. Kreasi itu pun lahir pada 1995 dengan nama Lyrix. Tak lama berselang namanya diubah menjadi LyX. Pada awal Oktober ini, diluncurkan LyX versi teranyar.
Untuk menggunakan LyX, tak ada keharusan menguasai TeX/LaTeX. Hal yang juga menarik, wajah LyX sederhana dan ringkas. Tidak banyak menu yang disajikannya di layar. Asyiknya lagi, aplikasi yang kerap terpaket bareng sistem operasi GNU/Linux ini bisa dijalankan pada komputer kuno. Cukup Pentium I atau bahkan generasi 486.
Untuk memasangnya, tak dibutuhkan ruang yang luas. Kurang dari 15 MB saja. Yang agak rakus adalah mesin utamanya yaitu TeX/LaTeX, sekitar 120 MB. Meski demikian, hal ini tentu tak masalah bagi komputer generasi anyar yang dilengkapi hard disk gendut berorde GB.
Ketik aja!
Bisa dikatakan, filosofi yang diusung LyX adalah "ketik aja!". Pengguna tak perlu bingung atau buang waktu untuk mengatur wajah dokumennya. Selain itu, LyX sudah menyediakan beragam jenis dokumen yang siap digunakan. Mulai dari surat, artikel, hingga buku. Pengguna juga tak akan kesulitan bila ingin membuat memo, laporan, maupun naskah drama/film.
Bagi para novelis, fitur yang disediakan LyX dapat "membuat hidup lebih hidup". Aplikasi yang bisa diunduh secara bebas di internet ini ternyata dibekali kecerdasan yang jarang ditemui di pengolah kata WYSIWYG. Misalnya bila kita menekan tombol spasi berkali-kali, LyX secara otomatis akan mengubahnya menjadi satu spasi saja. Begitu pula dengan paragraf kosong.
Contoh lain, LyX dapat menangani penomoran halaman secara cerdas. Hal sama berlaku untuk pembuatan daftar isi, catatan kaki, hingga daftar pustaka. Singkatnya, pengguna akan dimanja dan hanya perlu berkonsentrasi menuangkan isi otaknya.
Rumus cantik
Seperti halnya novelis, para saintis tak lepas dari urusan mengucurkan ide ke dalam bentuk tulisan. Tentu, produk tulis dari keduanya akan berbeda. Karya tulis buatan saintis tak cukup sekadar deretan kalimat. Tak jarang, rumus matematika maupun formula kimia ikut menghiasinya.
Untuk urusan yang terakhir itu, LaTeX-lah jagoannya. Para saintis banyak mengandalkannya untuk menciptakan dokumen yang profesional. Sebagai editor teks yang bermesin LaTeX, LyX pun mengusung kesaktian LaTeX dalam mengolah rumus. Untungnya, mengolah rumus di LyX tak susah.
Label: Berita Teknologi